ASBABUN
NUZUL
Disusun
guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah : Ulum Al – Qur’an
Dosen
Pengampu : Lathifah Munawaroh, Hj. Lc.,MA.
Disusun
Oleh :
Inggried
Tria Monica 1502056001
Oktavia
Wulandari 1502056020
Dwi
Muliani 1502056025
Humairo
Khaerun Nida 1502056036
Kelas
: PIH-A1
KEMENTERIAN
AGAMA REPUBLIK INDONESIA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS
SYARIAH
Jalan
Prof. DR. Hamka Ngaliyan, Semarang 50185, Telp. (024)7604554
2015
BAB
1
PENDAHULUAN
Turunnya ayat – ayat Al-Qur’an bukan
berarti tanpa latar belakang historis meskipun tidak semua ayat , akan tetapi
sebagian ayat turun karena latar belakang tertentu . Seperti yang kita fahami
merupakan suatu keniscayaan sesuatu yang terjadi atau tercipta mesti ada
penyebabnya . Itu merupakan sunatullah di alam ini begitu pula ayat ayat Al
Qur’an yang Allah turunkan juga ada sebab – sebab turunya . Dapat kita
bayangkan betapa sulitnya para ulama dalam memahami dan menafsirkan ayat – ayat
Al-Qur’an tanpa mengetahui Asbabun Nuzulnya .Asbabun Nuzul merupakan pembantu
ilmu tafsir dalam menetapkan tafsir yang lebih tepat dan lebih benar bagi ayat
– ayat Al-Qur’an . Oleh karena itu mempelajari , memahami , dan mengkaji
asbabul nuzul menjadi penting. Pendapat ahli tafsir tidaklah dapat menguraikan
segala kesimpulan dan tidaklah pula dapat menerangkan muthasyabihat sebagaimana
tidak dapat menjelaskan yang mujmal. Juga sangatlah relevan apa yang dikatakan
oleh al-wahidy yang dikutip al-shuyuty. Tidak mungkin menafsirkan ayat (
Al-quran ) tanpa mengetahui kisah dan penjelasan sebab turunnya. Epistimologi
tersebut melatarbelakangi ulama klasik ( terutama mufasir bil ma’tsur ) meletakkan
ilmu asbabun nuzul sebagai ilmu penting diantara ilmu-ilmu Al-quran. Dalam
perkembangan tafsir, perhatian terhadap ilmu Asbabun Nuzul mengalami
dinamisasi.Meskipun dikalangan umat Islam banyak yang masih mempertahankan
epitimology klasik, tetapi ada yang mencoba merekontruksi bahkan mengkritisi
ilmu.Asbabun Nuzul tersebut terutama dari pemikir kontemporer.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Dalam
makalah ini Kami akan membahas tentang poin-poin yang Kami rangkum dalam
rumusan masalah ini dan berbentuk pernyataan serta penjelasan yang antaralain
adalah sebagai berikut :
a. Pengertian
Asbabun Nuzul
b. Cara Mengetahui Asbabun Nuzul
c. Macam-macam
Asbabun Nuzul
d. Faedah
Asbabun Nuzul
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbabun Nuzul
Asbabun
Nuzulsecara bahasa berarti sebab turunnya ayat – ayat Al-Qur’an. Al-Qur’an diturunkan Allah SWT
kepada Muhammad SAW secara berangsur – angsur dalam masa lebih kurang 23 tahun
.Al-Qur’an diturunkan untuk memperbaiki akidah, ibadah, akhlak, dan pergaulan
manusia yang sudah menyimpang dari kebenaran. Dipandang dari segi peristiwa
nuzulnya, ayat Al-Qur’an ada dua macam. Pertama, ayat yang diturunkan tanpa ada
keterkaitannya dengan sebab tertentu, semata-mata sebagai hidayah bagi manusia.
Kedua, ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan lantaran adanya
sebab atau kasus tertentu. Misalnya pertanyaan
yang diajukan oleh umat islam
atau bukan muslim kepada Rasulullah SAW atau adanya kasus tertentu yang
memerlukan jawaban sebagai sikap Syariat Islam terhadap kasus tersebut.
Ayat-ayat macam inilah yang dibahas
dalam kaitannya dengan pembicaraan Asbabun Nuzul.Shubhi al-Shalih memberikan
definisi Asbabun Nuzul sebagai berikut:
مانزلت الايةاوالايات بسببه متضمنة له اومجيبةعنه اومبينة لحكمه زمن
وقوعه
“Sesuatu yang
dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau member jawaban
terhadap sebab itu, atau menerangkanhukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut”[1]
Para pakari
lmu-ilmu Al-Qur’an, misalnyaSyekhAbd Al-‘Azhim Al-Zarqaniy dalam Manahil Al-Irfan-nya
mendefinisikan Asbabun Nuzul sebagai kasus atau sesuatu yang terjadi yang ada hubungannya
dengan turunnya ayat, atau ayat-ayat Al-Qur’an sebagai penjelasan hukum pada saat
terjadinya kasus. Kasus yang dimaksud dalam definisi diatas, tentu saja terjadi
pada zaman Rasulullah SAW. Demikian juga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Setelah
terjadi kasus tertentu atau pertanyaan tertentu yang diajukan kepada Rasulullah
SAW kemudian turun satu ayat atau beberapa ayat Al-Qur’an yang menjelaskan hukum
kasus yang terjadi atau menjawab pertanyaan yang diajukan kepada Rasulullah SAW.
Hakikatnya, Rasulullah hanyalah pembawa risalah. Beliau tidak memegang otoritas
untuk menetapkan suatu hukum syariat. Hukum itu sendiri dating dari Allah SWT
melalui wahyu yang dibawa oleh malaikat Jibril. Al-Qur’an turun kepada Nabi disetiap
waktu dalam rentang waktu lebihkurang 23 tahun. Ayat – ayat Al-Qur’an tidak selamanya
turun ketika Nabi berada dalam masjid dan waktu siang hari. Al-Qur’an bisa turun
ketika Nabi berada di Madinah, di Makkah, Arafah dalam perjalanan di waktu siang
dan malam hari. Tentunya para sahabat tidak mungkin mengikuti Nabi setiap waktu
karena juga mempunyai kesibukan lain, baik dalam penyiaran da’wah dan jihad maupun
dalam memenuhi kepentingan mereka dan keluarganya sendiri. Memang dimaklumi bahwa
para sahabat mempunyai semangat yang tinggi untuk mengikuti perjalanan turunnya
wahyu. Intensitas keimanan yang tinggi dan kecintaan mereka kepada Nabi telah mendorong
mereka untuk memberikan perhatian maksimal kepada apa yang dibawa Nabi sehingga
mereka bukan saja berupaya menghafal ayat ayat Al-Qur’an dan hal-hal yang
berhubungan dengannya, tetapi juga mereka melestarikan Sunnah Nabi. Karena itu,
segala apa yang diketahui tentang sebab-sebab turunnya Al-Qur’an diperoleh melalui
mereka. Berdasarkan keimanan, ketakwaan, dan kewaraan mereka, keterangan mereka
sebagai sahabat tentang Asbabun Nuzul diterima. Para ulama salaf sangat berhati-hati
dalam menerima dan meriwayatkan AsbabunNuzul. Muhammad IbnSirin( w. 110 H. )
pernah berkata:
سا لت عبيدةعن اية من اية من القرا ن فقا ل اتق ا لله و قل سداداذهب
الذ ين يعلمون فيماانزل الله من القران
“Aku bertanya
kepada ‘Ubaidah tentang suatu ayat Al-Qur’an. Ia menjawab: “Bertakwalah kepada
Allah dan katakanlah yang benar. Telah pergi orang – orang yang mengetahui tentang
hal kepada siapa ayat itu diturunkan. Akan tetapi, kewaraan dan kehati-hatian semacam
ini tidak menghalangi mereka untuk menerima riwayat sahabat dalam masalah Asbabun
Nuzul.[2]
B. Cara Mengetahui Asbabun Nuzul
Asbabun Nuzul
adalah peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah SAW. Oleh karena itu, tidak
ada jalan lain untuk mengetahuinya selain mengambil sumber dari orang yang
menyaksikan peristiwa tersebut dalam hal ini riwayat para sahabat Rasulullah
SAW yang mendengar dan menyaksikan kejadian yang berhubungan dengan turunnya ayat
tertentu. Dengan demikian, dalam membahasa Asbabun Nuzul, pendapat ataupun penafsiran
tidak mempunyai peran yang berarti syekh imam abi hasan ali bin ahmad al-wahidy
al-nisaburiy dalam kitab asbab al-nuzul-nya mengatakan, “di dalam pembicaraan
asbab nuzul Al-qur’an, tidak dibenarkan kecuali dengan riwayat dan mendengar
dari mereka yang secara langsung menyaksikan peristiwa nuzul, dan
bersungguh-sungguh di dalam mencari(nya).”
Rasulullah SAW bersabda:
اتقواعني الاماعلمتم فانه من كذ ب علي متعمدافليتبوامقعده من النار
“ Berhati – hatilah (dalam soal ) riwayat dari sumberku, kecuali apa yang
telah kalian ketahui. Karena sesungguhnya, barang siapa yang sengaja berdusta
atasku, maka bersiap-siaplah untuk menempati tempat duduk dari api (
dikeluarkan oleh Ahmad dan Al-tirmidi )[3]
C. Macam-macam asbabun nuzul
Asbabun nuzul bisa ditinjau dari
berbagai aspek.Ditinjau dari aspek bentuknya, asbabun nuzul dapat dibagi mejadi
dua bentuk.Pertama berbentuk peristiwa dan yang kedua berbentuk
pertanyaan.Asbabun nuzul yang berbentuk peristiwa ada tiga macam, pertengkaran,
kesalahan yang serius, dan cita-cita dan harapan. Contoh Asbabun Nuzul yang
berbentuk peristiwa sebagai berikut :
1. Peristiwa berupa pertengkaran,
seperti perselisihan yang berkecamuk antara segolongan dari suku Aus dan segolongan
dari suku Khazraj.
2. Peristiwa berupa kesalahan yang
serius, seperti peristiwa seorang yang mengimani sholat sedang mabuk sehingga
tersalah membaca surah Al-Kafirun, sehingga turunlah Al-Qur’an surat An-Nisa’
ayat 42.
3. Peristiwa itu berupa cita-cita dan
keinginan, seperti persesuaian-persesuaian (muwafaqat) Umar Ibn Al-Khathatab
dengan ketentuan ayat-ayat Al-Qur’an. Dalam sejarah ada beberapa harapan Umar
yang dikemukakannya kepada Nabi Muhammad SAW, kemudian turunlah ayat yang
sesuai dengan harapan-harapan Umar tersebut. Sebagai contoh adalah keinginan
Umar Ibn Khaththab untuk menjadikan makam Ibrahim sebagai tempat sholat, maka
turunlah ayat yang memerintahkan untuk melaksanakan sholat di Makam Ibrahim.
Asbabun nuzul
yang berbentuk pertanyaan dibagi menjadi tiga macam, yaitu pertanyaan tentang
masalalu, masa yang sedang berlangsung, dan masa yang akan datang.
Berikut ini adalalah contoh Asbabun
Nuzul yang berbentuk pertanyaan :
1. Pertanyaan tentang masa lalu ,
seperti ayat :
وَيَسۡـَٔلُونَكَ عَن ذِى
ٱلۡقَرۡنَيۡنِۖ قُلۡ سَأَتۡلُواْ عَلَيۡكُم مِّنۡهُ ذِڪۡرًا
“Mereka akan
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan
bacakan kepadamu cerita tantangnya". (QS. Al-Kahfi: 83)
2. Pertanyaan
yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang berlangsung pada waktu itu seperti
ayat:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖقُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan mereka bertanya kepadamu
tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah
kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’ : 85)
3. Pertanyaan tentang masa yang akan
datang
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا
“(orang-orang kafir)
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah terjadinya?”.
(QS. An-Nazi’at : 42)
Dari segi
jumlah sebab dan ayat turun, dibagi menjadi ta’addud al-asbab wa al-nazil wahid
(sebab turunnya lebih dari satu dan inti persoalan yang terkandung dalam ayat
atau sekelompok ayat satu ) dan ta’addud al-nazil wa al-sabab wahid (inti persoalan yang terkandung dalam
ayat atau sekelompok ayat yang turun lebih dari satu sedang sebab turunnya satu
). [4]
sebab turun ayat disebut ta’addud karena wahid atau tunggal bila riwayatnya
hanya satu, sebaliknya apabila satu ayat atau sekelompok ayat yang turun disebut
ta’addud al-nazil.
Jika
ditemukan dua riwayat atau lebih tentang sebab turun ayat-ayat dan
masing-masing menyebutkan suatu sebab yang jelas dan berbeda dari yang
disebutkan lawannya, maka riwayat ini harus diteliti dan dianalisis,
permasalahannya ada empat bentuk :
Pertama, salah satu dari keduanya
shahih dan lainnya tidak.
Kedua, keduanya shahih akan tetapi
salah satunya mempunyai penguat (Murrajih) dan lainnnya tidak.
Ketiga, keduanya shahih dan keduanya
sama-sama tidak mempunyai penguat (Murajjih). Akan tetapi, keduanya dapat
diambil sekaligus.
Keempat, keduanya shahih, tidak
mempunyai penguat dan tidak mungkin mengambil keduanya sekaligus.
4. Faedah mengetahui asbaun nuzul
Beberapa pakar Ulum
Qur’an misalnya Al-Zarqaniy dan Al-Suyuthiy, mensinyalir adanya kalangan yang
beranggapan bahwa mengetahui Asbabun Nuzul tidak ada gunanya.Hal itu
dianggapnya tidak lebih dari pada sejarah turunnya ayat yang tidak ada
kaitannya dengan pemahaman Al-Qur’an.Anggapan semacam ini, oleh kebanyakan
ulama termasuk diantaranya Ibnu Taimiyah yang mendalami ilmu-ilmu Al-Qur’an,
dinilai sebagai pandangan yan keliru karena banyak sekali hal yang dapat
dibantu oleh pemahaman Asbabun Nuzul didalam upaya memahami
Al-Qur’an.Faedah-faedah itu diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Membantu dalam memahami sekaligus
mengatasi ketidakpastian didalam menangkap ayat-ayat Al-Qur’an. Untuk itu
simaklah firman Allah berikut ini:
ولله المشرق والمغرب فا ينماتولوافثم وجه الله
Artinya:
“ dan
kepunyaan Allah SWT. Iyalah timur dan barat.Maka kemanapun kamu menghadapnya,
disitulah wajah Allah SWT. (QS Al-Baqarah [2]:115 )
Menurut zahir ayat ini, orang yang
shalat, boleh menghadap kearah mana saja, sesuai kehendak hatinya. Ia seakan- akan
tidak berkewajiban menghadap Ka’bah saat shalat, dan zahir ayat itu membolehkan
orang menghadap arah mana saja, baik ketika bermukmim maupun dalam perjalanan.
Akan tetapi, setelah memahami Asbabun Nuzul ayat diatas, ternyata tidak demikian.
Orang yang didalam shalatnya dibenarkan menghadap arah mana saja hanyalah orang
yang tidak tau arah kiblat kemudian dia berijtihad.
2. Mengatasi keraguan terhadap ayat yang
diduga mengandung pengertian umum. Misalnya firman Allah SWT yang berbunyi :
قلل لااجد في مااوحي الي محرماعلى طا عم يطعمه الا ان يكون
ميتةاودمامسفوحااولحم خنزيرفانه رجس
اوفسقااهل لغيرالله به
Artinya:
“katakanlah: “tidak kudapati didalam apa yang diwahyukan kepadaku sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakainya, kecuali kalo makanan itu (
berupa ) bangkai, atau darah yang mengalir, atau daging babi, karena semua itu
kotor, atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah” (QS Al-An’am [6]:
145 )
Menurut imam Al-Syafi’I, pengertian yang dimaksud ayat ini tidaklah
umum (hashr). Untuk mengatasi kemungkinan adanya keraguan dalam memahami ayat
diatas, Imam Syafi’i menggunakan “alat bantu” Nuzul ayat. Ayat ini,
seperti diturunkan Al-Zarqaniy, menurut Syafi’i diturunkan sehubungan dengan
orang-orang kafir yang tidak mau memakan sesuatu kecuali yang telah mereka halalkan.
Telah menjadi kebiasaan orang-orang kafir, terutama Yahudi, mengharamkan apa saja
yang dihalalkan Allah SWT. Selanjutnya turunlah ayat 145 surah Al-An’am diatas untuk
menetapkan pengharaman dan bukan untuk menetapkan penghalalan makanan yang
tidak disebut ayat tersebut.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Simpulan Penjelasan diatas
merupakan kajian kritis yang bersifat meninjau ulang posisi dan fungsi asbabun
nuzul dalam pemahaman Al-Quran.Mengingat bahwa asbabun nuzul adalah salah satu
ilmu-ilmu Al-Qur’an yang terpenting.Oleh karena itu, para ulama menuangkan
masalah asbabun nuzul dalam berbagai karya ilmiah yang kini menjadi rujukan
para ahli. Jika berbagai karya ilmiah yang kini menjadi rujukan para ahli. Jika
berbagai data kuantitatif dan analisis di atas dihubungkan dengan persoalan
signifikansi pemahaman Al-Qur’an, maka memang tidak semua ayat Alquran
membutuhkan penjelasan dengan memakai asbabun nuzul. Sehingga dengan demikian
maka Al-Qur’an akan lebih mudah dipahami dan dipelajari, sesuai dengan apa yang
dijanjikan Allah dalam Al-Qur’an. Namun ini sama sekali tidak berarti
mengurangi arti penting asbabun nuzul, apalagi dianggap tidak perlu lagi.
B. Saran
Uraian yang terdapat dalam makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu mari kita mengkaji secara bersama-sama
asbabun nuzul yang sebenarnya. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
dari pembaca sangat kami harapkan. Guna kesempurnaan makalah kami selanjutnya.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Hermawan,Acep,Ilmu Untuk Memahami
Wahyu, (Bandung : RemajaRosdakarya, 2011)
Abdul Wahid, Ramli, Ulumul Qur’an
edisi revisi, (Jakarta: Raja Grafindo,2002)
Hasbi, Muhammad, Ilmu-ilmu Al-Qur’an, ( Semarang
:Pustaka Rizqi Putra,2002)
[1] Al-Shalih,
Shubhi, op. cit, hlm. 132.
[2]
Ulumul Qur’an, Edisi Revisi, Drs. H. Ramli Abdul Wahid, MA., Jakarta Th 2002,
hlm. 47
[3]
Ulumul Qur’an, Ilmu Untuk Memahami Wahyu, Acep Hermawan, M.Ag, Bandung Th 2011,
hlm 41
[4]
Ulumul Qur’an, Edisi Revisi, Drs. H. Ramli Abdul Wahid, MA. Jakarta Th 2002,
hlm 49
0 komentar:
Posting Komentar